Menjadi ayah tidaklah mudah.
But i have a wonderful paph..i know.
Sejak umur 1-3 tahun aku tidak pernah tahu bagaimana itu dirawat orangtuaku. Karena selama usia tersebut, aku harus hidup dengan nenekku karena adik bayiku baru lahir di keluarga kami.
Namun cinta itu tidak mengenal ruang.
Aku memiliki seorang ayah yang ajaib.
Ketika kecil dia menakutiku cicak saat aku rewel tidak mau tidur. Dan akupun seperti terhipnotis: berhenti menangis.
Dia mengajakku bermain setiap sore di sekolah tempatnya mengajar. Mungkin supaya aku tau, "di sinilah bapak bekerja..."
Dia membawaku arisan ibu-ibu istri para guru, tanpa sadar bahwa celana yang dipakaikan ke aku ternyata terbalik.
Dia selalu mencuci piring dengan berantakan jika kami bertiga meninggalkannya mudik ke Mataram.
Aku memiliki seorang ayah yang aneh.
Dia selalu menertawakan setiap cerita yang kusampaikan. Entah apa yang lucu dari ceritaku.
Dia menelepon kami semua hampir 3 kali sehari hanya untuk bertanya ”Sedang dimana? Ngapain? Sama siapa?” Jika kondisi sedang berbeda, bisa sampai 10 kali sehari.
Dia lebih senang membelikanku komik daripada buku sekolah. Karena baginya: buku sekolah bisa Rini beli sendiri di sekolah, sedangkan komik adalah pelepas penat sehabis belajar.
Untuk memotivasi belajarku, dia menghadiahkanku sebuah lemari pakaian baru dilengkapi cermin besar, bukan sebuah meja belajar baru.
Dia membelikanku coklat “Beng-beng” setiap aku mendapat juara kelas ketika SD dulu, pada saat orangtua lain tak suka anaknya memakan coklat.
Dia membelikanku berbagai jenis baju tidur, bukan baju untuk pesta, mungkin karena dia tau bahwa hobiku adalah tidur.
Namun cinta itu tidak mengenal waktu.
Aku memiliki seorang ayah yang optimis.
Dia memasukkanku sekolah di tempat-tempat yang tidak pernah kuinginkan, namun dia menginginkannya. Menurutnya aku pasti bisa.
Dia mengirimku jauh ke Pulau Jawa dalam keadaan aku sering sakit, katanya supaya aku bisa belajar bertahan hidup.
Dia melarangku mendaftar kerja di tempat tertentu sesukaku, karena baginya...jangan asal daftar..pikirkan dengan baik konsekuensinya.
Dia menyuruhku mendaftar sebagai CPNS dan kuliah S2 sekaligus dan dia tidak khawatir aku akan bingung memilih, karena baginya aku pasti tau mana yang terbaik.
Aku memiliki seorang ayah yang membangun.
Dia melarangku melakukan kegiatan apapun yang dapat menggangu kuliahku, namun dia tetap tersenyum ketika aku bercerita berapa labaku hari ini dari hasil bisnis selama kuliah.
Dia tidak suka segala hal yang berhubungan dengan bisnis, namun dia selalu menanyakan kepadaku tentang rencana membuat toko.
Dia tidak suka internet. Tapi dia memasangkan Spidi di kamarku agar aku bebas berekspresi.
Namun cinta itu tidak mengenal lelah.
Aku memiliki seorang ayah yang cerewet.
Dia membangunkanku setiap pagi tanpa henti sampai dia yakin aku benar-benar bangun dari kasur dan pergi ke kamar mandi.
Dia selalu berangkat kerja pukul 06.40 setiap hari padahal jarak kantornya dengan rumah kami hanya 5 menit berjalan kaki. Dan ketika aku sudah mulai bekerja, dia tidak lagi berangkat pukul 06.40 tapi menungguku berangkat terlebih dahulu baru dia benar-benar berangkat kerja. Padahal semua orang tau…aku tidak suka berangkat terlalu pagi…di sanalah penyesuaian itu….dan aku sangat menghargainya.
Aku memiliki seorang ayah yang berjiwa besar.
Dimana pada suatu hari di masa lalu…aku tiba-tiba berkata:
“bapak sudah pilihkan semua yang terbaik untuk rini menurut bapak, jadi sekarang tunggulah…rini akan pilih sendiri lelaki terbaik menurut rini untuk rini bawa ke bapak sebagai calon suami, tolong diterima ya…” :)
Karena cinta itu tidak mengenal ambisi...
23 Mei 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar