Entah mengapa kita masih begitu senang dengan formalitas. Ada yang unik di Indonesiaku tercinta sampai akhirnya saya menulis: formalitas yang berkualitas, adakah?
Ada banyak hal di sekitar kita, yang mau tidak mau membuat kita ikut dalam sebuah arus kepura-puraan hanya untuk menampilkan kulit saja, tanpa ingin menunjukkan isi yang sebenarnya bahwa inilah saya. Wallahu'alam, mungkin saya juga ikut ambil bagian dalam lingkaran seperti itu. Tapi, memang tidak sepenuhnya salah. Terkadang ada hal-hal yang memang harus ditampilkan dengan sangat formal, terlepas dari perkara semacam apa itu. Tapi, formal itu perlu.
Hanya saja, sekarang kita berbicara tentang formalitas yang kurang cocok bagi saya, entah bagi orang lain sangat bagus...tapi ini pandangan orang awam seperti saya saja.
Saya agak kesal memang, ketika sedang naik sepeda motor dengan santai di jalan bagian pinggir, namun tiba-tiba diusir paksa oleh mobil-mobil bersirene kencang karena ternyata ada pejabat yang mau lewat.
Saya baru sadar mengapa jalan-jalan yang berlubang di sekitar jalan utama mulai diperbaiki dengan sistem SKS. Saya mulai paham mengapa ada perbaikan di sana-sini, mengapa ada petugas yang berjaga di setiap ruas jalan selama beberapa hari, mengapa orang-orang tidak boleh lewat dengan leluasa karena jalan sudah disterilisasi. Saya baru paham.
Saya agak sedih...bukan karena penyambutan mereka tidak optimal, tapi justru karena untuk seseorang yang seharusnya mengerti kondisi terburuk...mereka suguhkan hal terbaik namun penuh formalitas.
Bukankah pemimpin itu adalah pelayan pada dasarnya?
Dia bukanlah 'tamu' yang harus kita suguhkan makanan terbaik, dengan pelayanan terbaik, dengan tempat terbaik. Sajikan saja apa adanya, agar dia tau..beginilah kondisi kami di daerah pak, sangat jauh berbeda dengan kondisi di tempat bapak...tapi inilah kami yang harus bapak perhatikan dengan adil....
Kita memang harus menghormati tamu, tapi dia bukan tamu.
Lalu mereka bilang: supaya dia senang, dengan tau hasil kerja kita begini dan begitu.
Tapi mengapa kerja hanya pada hari itu? Mengapa menjadi rajin hanya pada hari itu? Mengapa menampilkan pelayanan terbaik hanya pada hari itu? Bukankah setiap hari adalah pengabdian?
Saya tidak menyalahkan siapa saja, karena kita memang terbentuk melalui pola rumit yang berkepanjangan. Karena dari sekian banyak pemalas (mungkin termasuk saya) tidak sedikit para pengabdi yang giat bekerja sepenuh hati, seolah kerja adalah ibadah utama yang tidak terlupakan dalam hari-harinya.
Namun begitulah, kecenderungan mengutamakan formalitas itu yang membuat saya sedikit kesal. Biasa saja, apa adanya....lagipula hidup terus bergulir entah dengan formalitas atau tidak, yang utama adalah menjadi lebih baik, bukankah itu intinya?
12 Juli 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar